Medan (ANTARA) – Team Sektor Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Medan, Sumatera Utara, lakukan penangkapan pada Risma Siahaan alias RS (64), terdakwa sangkaan korupsi berkaitan kepenguasaan asset punya PT Kereta Api Indonesia (KAI), sebesar Rp21,91 miliar.
“Ya, RS diputuskan sebagai terdakwa di hari Kamis (17/4), berdasar surat penentuan terdakwa Nomor: TAP-03/L.2.10/Fd.2/04/2025,” tutur Kasi Pidsus Kejari Medan Mochamad Ali Rizza saat dikontak dari Medan, Sabtu (19/4).
Ia menjelaskan, terdakwa RS diperhitungkan lakukan korupsi kepenguasaan asset punya PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang berada di Jalan Sutomo Nomor 11, Kota Medan, yang tidak sesuai ketetapan.
“Berdasar surat penentuan terdakwa, Kejari Medan mengeluarkan surat perintah penangkapan pada terdakwa RS,” terang ia.
Awalnya, kata Rizza, faksinya sudah panggil yang berkaitan dengan sah lebih dari 3x untuk mendatangi panggilan, tetapi terdakwa tidak kooperatif dan pada akhirnya dilaksanakan penangkapan.
“Kita terima menerima informasi dari jika terdakwa lagi ada di rumah tinggalnya di Jalan Sutomo, Kelurahan Pelopor, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan,” tutur ia
Selanjutnya, lanjut ia, faksinya dengan Polrestabes Medan dan Kepala Lingkungan (Kepling) di tempat bergerak ke arah lokasi tempat tinggal terdakwa.
Setelah tiba di lokasi, team kombinasi berjumpa secara terdakwa yang ada di dalam rumah bersama anaknya.
Ke terdakwa, kata Rizza, dibacakan surat penentuan terdakwa dan surat perintah penangkapan, yang dikatakan dengan terbuka dan dilihat oleh anaknya.
“Terdakwa sebelumnya sempat menampik penyerahan surat dan lakukan perlawanan, hingga dilaksanakan usaha paksakan dan dibawa ke Rutan Wanita Kelas IIA Medan untuk dilaksanakan pemeriksaan dan penahanan,” terangnya.
Diperjalanan ke Rutan, terdakwa berbicara dengan intens dengan penasihat hukumnya memakai telephone pegang kepunyaannya.
Setelah tiba di Rutan, terdakwa bersandiwara tidak sadar diri, hingga team selekasnya mengontak RSUD Dr. Pirngadi Medan. Hasil pemeriksaan klinis memperlihatkan jika terdakwa pada keadaan sehat dan tidak ada sesuatu hal yang menghalangi proses penahanan.
Tetapi, saat akan diberikan pada pihak Rutan, terdakwa berpura kembali -pura tidak sadar, hingga faksi Rutan menampik terima dengan argumen tidak dapat dilaksanakan interviu.
“Terdakwa pada akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Umum (RSU) Bandung memakai ambulans punya Rutan Wanita Kelas IIA Medan dan mendapatkan perlakuan klinis dan perawatan inap pada jam 19.30 WIB,” kata Rizza.
Harus dipahami, penentuan status terdakwa pada RS dilaksanakan sesudah yang berkaitan tidak penuhi lebih dari 3x panggilan tanpa argumen yang resmi.
Disamping itu, sepanjang proses penyelidikan, terdakwa dengan terus-terang menghalangi jalannya penyelidikan dengan menampik memberi info.
Terdakwa menyingkirkan petugas pengukur ketika akan melakukan pengukur asset punya PT. KAI yang terkuasainya dengan menantang hukum.
Faksinya memperjelas jika perlakuan ini adalah sisi dari usaha penegakan hukum dan pembasmian tindak pidana korupsi secara tegas dan professional.
“Kejari Medan masih tetap junjung tinggi beberapa prinsip hak asasi manusia (HAM), dan memberi ruangan yang ideal untuk terdakwa untuk mendapat pengiringan hukum,” sebutkan Rizza.
Berdasar hasil audit Tubuh Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, nilai rugi keuangan negara karena perlakuan terdakwa sebesar Rp 21.911.000.000 atau Rp21,91 miliar lebih.
Ia menambah, terdakwa dijaring Pasal 2 ayat (1) Subs Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 seperti diganti Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 mengenai pembasmian korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP.
“Terdakwa dijaring Pasal 15 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 seperti diganti Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 mengenai pembasmian korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP,” tegas Mochamad Ali Rizza.