July 1, 2025

Jakarta, dengan cara resmi namanya Wilayah Khusus Ibu-kota Jakarta atau DKI Jakarta, awalnya dikenali sebagai Batavia ialah ibukota Indonesia dan sekalian wilayah otonom satu tingkat propinsi.[10] Jakarta mempunyai lima kota administrasi dan satu kabupaten administrasi. DKI Jakarta bisa dikelompokkan sebagai kota metropolitan, dan mendapatkan panggilan The Big Durian karena dipandang sesuai dengan Kota New York (Big Apple) di Amerika Serikat.[11]

Jakarta mempunyai luas sekitaran 664,01 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan warga sejumlah 11.038.216 jiwa di akhir tahun 2024.[12] Sebagai pusat usaha, politik, dan kebudayaan, Jakarta adalah tempat berdirinya beberapa kantor pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini menjadi tempat posisi lembaga-lembaga pemerintah dan kantor sekretariat ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yakni Lapangan terbang Internasional Soekarno-Hatta di Kota Tangerang, Banten dan Lapangan terbang Halim Perdanakusuma, dan dua dermaga laut, yakni Tanjung Priok dan Sunda Kelapa.[13][14][15]

Wilayah ini beberapa kali sudah ganti nama pada beberapa masa yang tertera seperti berikut.[16]

Sunda Kelapa (397—1527)
Jayakarta (1527—1619)
Batavia (1619—1942)
Djakarta Tokubetu Sang (ジャカルタ特別市, Kunrei-shiki: Djakarta Tokubetu Sang, Hepburn: Jakaruta tokubetsushi) (1942—1945)
Djakarta (1945—1972)
Jakarta (1972—sekarang)
Propaganda Jepang yang mengutamakan “Indonesia Raya”, sebuah lagu dengan status yang sama dengan “Kimigayo” sebagai lagu berkebangsaan Indonesia secara De facto pada Saat Wargaan Jepang.
Nama “Jakarta” telah dipakai semenjak saat wargaan Jepang tahun 1942, untuk menyebutkan daerah sisa Gemeente Batavia yang disahkan pemerintahan Hindia Belanda di tahun 1905.[17] Nama “Jakarta” adalah singkatan dari kata Jayakarta (aksara Dewanagari: जयकृत), yang dari kata bahasa Sanskerta जय jaya (kemenangan), dan कृत krta (kemakmuran), hingga Jayakarta bermakna “kota kemasyhuran dan kemakmuran”.[18] Nama itu diberi oleh beberapa orang dari Demak dan Cirebon di bawah kepemimpinan Fatahillah (Faletehan) sesudah serang dan menempati dermaga Sunda Kelapa di tanggal 22 Juni 1527.[19]

Nama ini ditranslate sebagai “kota kemenangan” atau “kota kemasyhuran”. Tetapi, sebenarnya bermakna “kemenangan dicapai oleh sebuah perlakuan atau usaha” karena asal dari dua kata Sanskerta yakni Jaya (जय) yang bermakna “kemenangan”[20] dan Karta (कृत) yang bermakna “diraih”.[21]

Sejarawan Portugis, João de Barros, dalam Décadas da Ásia (1553) mengatakan kehadiran “Xacatara bernama lain Caravam (Karawang)”. Sebuah document (piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca pakar epigrafi Van der Tuuk sudah menyebutkan istilah wong Jaketra,[22] demikian juga nama Jaketra disebut dalam beberapa surat Sultan Banten[23] dan Sajarah Banten (pupuh 45 dan 47) seperti ditelaah Hoessein Djajadiningrat. Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebutkan Pangeran Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).[24]